Friday, June 24, 2011

Kesabaran dan Alat Peraga

Orangtua sering kecewa kalau menyaksikan nilai matematika anaknya tidak memuaskan. Mereka lebih kecewa lagi, jika anaknya malah masa bodoh terhadap kejadian itu. Hal tersebut tentu tidak sepantasnya dibiarkan berlarut-larut. Bagaimana caranya agar orangtua bisa memecahkan kesulitan itu?

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.

•    Pertama, sering berkonsultasi dengan wali kelas tentang penyebab kegagalan anak. Kesalahan atau kelalaian apa saja yang pernah dilakukannya di sekolah. Setelah mempertimbangkannya bersama wali kelas, kita bisa menyusun persiapan penanggulangan.
•    Kedua, membimbing anak belajar di rumah. Sebab pada dasarnya orangtua pendidik yang pertama dan utama bagi anaknya. Namun bagaimana cara mendidiknya?
Seorang pendidik menasihatkan agar para orang tua yang memiliki kemauan membimbing anaknya belajar matematika di rumah, bisa mempersiapkan hal-hal berikut:
•    Melengkapi daftar bacaan tentang matematika, yang disusun oleh para ahli yang mencintai profesinya. Buku-buku yang diterbitkan khususnya untuk orang tua dan guru.
•    Menyediakan buku-buku matematika dengan banyak gambar yang menarik, tetapi pada gambar tersebut diselipkan konsep-konsep, fakta-fakta, cerita-cerita, dan pengertian-pengertian dasar matematika.
•    Menyiapkan alat peraga matematika. Alat tersebut mempermudah penyampaian materi pelajaran pada anak, berupa benda-benda yang dekat dari lingkungan seperti kelereng (bisa digunakan untuk menjelaskan penjumlahan, pengurangan, dan perkalian), bangun-bangun geometri: balok, bola, segi tiga, lingkaran, bujur sangkar, empat persegi panjang, jajaran genjang, silinder, dll. Untuk menghindari kesalahan pada waktu menyampaikan pelajaran matematika kepada anak, orangtua dituntut bersikap hati-hati (apalagi kalau pernah belajar ilmu berhitung atau ilmu pasti). Sebab ilmu berhitung dan matematika mempunyai pendekatan yang berbeda. Salah satu cara mengajarkan pelajaran 1 + 2 = 3 bisa menggunakan alat peraga, urutannya bisa saja seperti berikut.
•    Buatlah kalimat yang bisa dimengerti, yang diambil dari lingkungannya, misalnya "Si Tuti mempunyai kelereng 1 butir, diberi oleh pamannya 2 butir, jadi berapa kelerengnya sekarang?" Soal di atas dikatakan sambil memperagakannya dengan kelereng.
•    Jika anak tersebut sudah memahaminya, barulah soal yang diberikan dalam kalimat itu disajikan dengan gambar.
•    Sesudah model, gambar, baru disajikan dengan simbol (angka 1, 2, 3, 4, 5, ... dst.) Contoh lain misalnya hendak menjelaskan 5 - 2 = 3. Hal tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:
•    Soal dalam kalimatnya: di pohon ada burung hinggap 5 ekor, tiba-tiba 2 ekor burung terbang. Berapa ekor yang masih hinggap di pohon?
•    Sesudah soal di atas diberikan, berikan gambarnya dan simbol-simbol bilangan, sambil dijelaskan bahwa dua ekor burung terbang. Tanyakan kepada anak berapa sisanya.
•    Jika memungkinkan anak yang mendapatkan jawabannya 3 ekor lagi dengan cara menghitung banyak burung yang masih ada setelah ditinggalkan pergi oleh 2 ekor burung. Membimbing anak belajar di rumah tentu merupakan beban, karena orangtua harus menyiapkan buku-bukunya dan mempelajari bagaimana cara mengerjakannya. Tapi perlu diingat bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan yang besar artinya bagi kecerdasan anak. Apalagi mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat pendidikan berikutnya. Jadi, kalau seorang anak mendapatkan nilai baik pada tingkat pendidikan dasar, anak tersebut mempunyai peluang yang besar untuk mendapatkan nilai baik di tingkat pendidikan menengah pertama. Begitu juga di tingkat pendidikan menengah atas. Asalkan orangtua mempunyai kesediaan membimbing dan mengawasi anaknya belajar.
(Sumber: Psikologi Anak)

No comments:

Post a Comment